MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Saat ini Sulawesi Selatan (Sulsel) telah menginjak usia 355 tahun. Tepat 19 Oktober adalah hari biasanya diperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Sulsel. Lalu dengan usianya yang tak lagu muda itu apakah provinsi ini maju atau mundur?
Pakar Kebijakan Publik, Prof Sangkala mengatakan, perayaan HUT Sulsel setiap tahunnya itu dirayakan dengan acara seremonial.
Dia menilai, keinginan untuk membangun Sulsel seperti di masa kejayaan dahulu, hanya berhenti di pidato-pidato dan sambutan-sambutan.
“Tindakan nyata masih jauh api dari panggang,” terangnya kepada Herald Sulsel, Kamis, 17 Oktober 2024.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Ilmu Administrasi Publik Universitas Hasanuddin (Unhas) ini menyatakan, posisi Sulsel ditengah persaingan di tingkat lokal, nasional dan internasional agar daya saing dan di tengah pergolakan dunia dan kawasan tidak jelas.
“Pemda hanya sibuk memenuhi aktivitas rutin di mana pada saat tiba penyusunan RPJPD maka disusunlah, namun di dalamnya miskin ada pemicu motivasi bagi setiap komponen untuk tau apa yang harus dilakukan jika ingin maju. Kepala daerah berlomba-lomba menyusun visi, misi, dan program prioritas namun miskin langkah-langkah nyata dan hasrat untuk menjadikan Sulsel hebat di masa pemerintahan,” ungkap Prof Sangkala.
Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TIRBN) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) ini juga bilang, visi, misi dan program yang mereka susun berbasis asumsi dan popularitas.
Prof Sangkala menambahkan, RPJMD dan Renstra bukan merupakan milestone bagi tahapan kemajuan Sulsel yang dirancang secara berkelanjutan dan konsisten dilakukan.
“Akhirnya saat ini kita sangat miskin tokoh daerah/kepala daerah yang dapat kita percaya memajukan Sulsel, hanya yang mau kepala daerah banyak. Namun lebih didorong oleh keinginan berkuasa tapi kurang kompeten, yang dipikiran mereka harus bisa berkuasa dua periode walaupun rendah kapasitas. Miskin tokoh daerah/kepala daerah yang dapat kita percaya memajukan Sulsel, kita butuh kebijakan, strategi dan langkah nyata Sulsel seperti apa ke depan, dan dengan segala potensinya bisa bersaing dengan wilayah lain, sehingga masyarakatnya sejahtera,” jelasnya.
Pria kelahiran 1963 ini juga menyimpulkan, Sulsel kaya akan potensi dan sumber daya alam dan manusia. Namun, hal itu tak ada artinya jika tak bisa dikelola dengan baik.
“Karena kita butuh yang mampu memimpin Sulsel dengan kapasitas manajerial yang hebat, agar potensi tersebut mampu membuat Sulsel berdaya saing,” tutup Prof Sangkala.
Sementara itu, Plt Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sulsel, Andi Bakti Haruni mengaku Sulsel belum 100 persen tak ada masalah. Ia mengaku, masalah Sulsel masih ada.
“Tapi secara umum Sulsel berkembang dengan baik. Pendapatan perkapita masyarakat bertambah, angka kemiskinan, stunting, inflasi semua bisa kita turunkan. Pelayanan kita juga semakin baik, pelayanan kesehatan, pendidikan dan juga infrastruktur kita kan berjalan dengan baik. Meskipun fiskal kita semakin melemah, tetapi apa yang menjadi tugas pemerintahan secara umum kita bisa melaksanakan dengan baik,” jelasnya.
140 Ribu Anak Tidak-Putus Sekolah
Sebanyak 140.017 anak yang tidak dan putus sekolah di Sulsel. Kebanyakan itu tamatan SD yang tidak lanjut ke jenjang selanjutnya. Anak SD lalu berhenti atau tidak lanjut sekolah sebanyak 11 ribu orang.
Ada juga yang lulus SD tapi tidak lanjut SMP sebanyak 25 ribu orang, yang lanjut SMP tapi tidak menyelesaikan SMA sebanyak 12 ribu orang. Jika ditotal sebanyak 140 ribuan.
Pemprov Sulsel mengklaim sebanyak 5.573 dari 18.181 yang sudah di data akan melanjutkan pendidikan hingga 7 Oktober 2024.
Kasubag Program Dinas Pendidikan Sulsel, Arfan Tahir mengatakan, Dinas Pendidikan Sulsel melakukan langkah Satu Anak Tidak Sekolah (ATS) Satu Guru untuk mengurangi jumlah anak tidak dan putus sekolah.
“Mereka yang telah kembali ke sekolah 3.136 orang. Kemudian 2.437 orang ada yang meninggal dan mengundurkan diri karena menikah atau karena pindah domisili. Langkah yang telah dilakukan oleh Cabang Dinas telah melaksanakan sesuai dengan program yaitu Satu ATS Satu Guru,” ungkapnya dalam keterangan yang diterima Herald Sulsel.
Angka Kemiskinan Ekstrem 80 Ribu
Plt Kepala Bappelitbangda Sulsel, Andi Bakti Haruni menyebut, sekitar 80 ribu angka kemiskinan ekstrem yang ada di Sulsel. Pihaknya terus akan mengupayakan agar angka itu terus menurun.
“Masih ada angka kemiskinan, masih ada angka stunting. Itu semua tantangan, bukan berarti kita atasi, tapi tidak bisa sekaligus kita selesaikan. Kita juga kedepan akan fokus untuk menangani kemiskinan ekstrem. Ini kita perlu selesaikan. Angka kemiskinan ekstrem kita kan sekitar 80 ribu. Jadi kita bisalah melakukan perbaikan,” katanya.
Bakti akan menggunakan dua cara untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, stunting dan inflasi di Sulsel, yakni meningkatkan pendapatan dan mengurangi beban masyarakat.
“Jadi ada dua cara, meningkatkan pendapatannya dan mengurangi bebannya. Meningkatkan pendapatannya, kita mengajak lebih produktif, berusaha, memberikan bantuan benih, bibit. Mengurangi bebannya, antara lain memberikan bantuan pendidikan, mengurangi beban itu ya,” tukasnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Murtiadi Awaluddin menyebut, persoalan kemiskinan di Sulsel tak lepas dari tingkat pendapatan masyarakat dan perhatian pemerintah terhadap tersedianya lapangan kerja.
Meskipun industri di wilayah ini terus bertambah dengan ekonomi yang juga terus tumbuh sepanjang tahun, pada kenyataannya pendapatan masyarakat di Sulsel masih banyak yang berada di bawah standar kelayakan. Kondisi ini menyebabkan banyak masyarakat yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya meskipun telah memiliki pekerjaan.
Lebih parah dari pada itu, tingkat pengangguran yang masih banyak, utamanya di daerah perkotaan menjadi masalah tersendiri. Perhatian pemerintah terhadap pekerjaan mereka juga dinilai kurang, sehingga banyak penduduk yang terkesan abai terhadap pekerjaan.
“Contohnya ketika masyarakat desa migrasi ke kota dengan niat cari pekerjaan, banyak yang justru tidak dapat kerja. Mau pulang malu, sehingga nekat tinggal di kota. Nah di posisi ini, pemerintah seakan tidak memperhatikan mereka, padahal erat kaitannya dengan jumlah penduduk miskin,” paparnya.
“Sulsel dengan segala potensi yang dimiliki seharusnya bisa menekan angka penduduk miskin ini, apalagi ke depan dunia industri Sulsel semakin cerah dengan adanya efek berganda dari pembangunan IKN. Tinggal bagaimana pemerintah mendorong supaya masyarakat bisa berperan aktif dengan skill yang mumpuni,” tutupnya.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 8,06 persen, turun 0,64 persen poin terhadap Maret 2023. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 736,48 ribu orang, turun 52,4 ribu orang terhadap Maret 2023.
Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 5,01 persen, naik menjadi 5,08 persen pada Maret 2024. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 11,91 persen, turun menjadi 10,74 persen pada Maret 2024. Dibanding Maret 2023, jumlah penduduk miskin Maret 2024 perkotaan naik sebanyak 8,2 ribu orang (dari 211,48 ribu orang pada Maret 2023 menjadi 219,65 ribu orang pada Maret 2024).
Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 60,5 ribu orang (dari 577,37 ribu orang pada Maret 2023 menjadi 516,83 ribu orang pada Maret 2024).
Garis Kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp 459.226,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 342.934,- (74,68 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 116.292,- (25,32 persen).
Pada Maret 2024, secara rata-rata rumah tangga miskin di Sulawesi Selatan memiliki 5,42 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.489.005,-/rumah tangga miskin/bulan.
Utang Capai Rp1,6 Triliun
Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Zudan Arif Fakrulloh menyebut, 2026 utang Pemprov Sulsel akan lunas, atau tak ada lagi sisa utang melalui APBD 2025.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Paripurna dengan agenda Penandatanganan Nota Kesepakatan antara Gubernur dengan Pimpinan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan tentang Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran (TA) 2024 dilaksanakan di Kantor DPRD Sulsel, Kamis, 22 Agustus 2024 lalu.
“InsyaAllah akan selesai di APBD 2025. Sehingga di 2026 sudah tidak ada lagi utang yang berasal dari APBD 2025. Jadi harapan kita mudah-mudahan ini terwujud,” kata Zudan.
Zudan mengaku telah menyelesaikan utang Pemprov sebesar Rp1,6 triliun di tahun ini dan sisanya utang lainnya akan diupayakan lunas pada tahun 2025 mendatang. (Alfarizi)
Comment