MENITNEWS.COM, BONE — Malam itu, di Desa Pattuku Limpoe, waktu terasa melambat. Kembang api yang menghiasi langit pergantian tahun, berubah menjadi bayangan hampa, tertutup kabut tragedi.
Di sebuah rumah sederhana, tawa dan doa yang terucap bersama keluarga Rudy S Gani, mendadak terputus oleh suara letusan kecil namun mematikan.
Rudy, pengacara gigih yang namanya sering disebut di meja-meja sidang, rebah tanpa perlawanan. Di bawah mata kanannya, sebuah peluru angin menembus tulang leher, mematikan detak jantungnya. Malam penuh harapan itu, bagi Rudy, menjadi penanda akhir.
Peluru itu, seperti malaikat maut, datang tanpa ampun. Dari hasil autopsi, peluru tersebut ditembakkan dari jarak 20 meter menggunakan senapan angin jenis Pre-Charged Pneumatic (PCP).
Sebuah proyektil kaliber 8 milimeter, biasa digunakan untuk berburu atau olahraga, kali ini menjadi saksi diam atas sebuah pembunuhan.
“Kami menemukan peluru bersarang di tulang leher korban,” ujar Direktur Reskrimsus Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto.
“Ini bukan senjata api, tetapi daya rusaknya sama mematikannya,” lanjutnya.
Siapa sangka, senapan angin yang seringkali dianggap mainan dapat menjadi alat pembunuh yang mematikan.
“Senjata ini dijual bebas tanpa izin resmi, dan itu masalah besar,” tegas Didik Supranoto.
Namun, senjata ini hanyalah bagian kecil dari cerita besar: dendam, ketakutan, atau mungkin, rasa keadilan yang ternodai. Peluru itu melesat bukan hanya karena kekuatan mekanik, tetapi oleh tangan yang menyimpan kebencian. (cha)
Comment