MENITNEWS.COM, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), terkait kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia.
Dengan putusan tersebut, vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan pada tingkat banding tetap berlaku, memperjelas nasib hukum SYL.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardhika Sugiarto, memberikan apresiasi terhadap putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Kasasi.
Dalam keterangannya pada Minggu 2 Maret 2025, Tessa mengungkapkan rasa terima kasih atas keputusan hukum tersebut yang menurutnya menegaskan komitmen KPK dalam penanganan perkara korupsi yang melibatkan pejabat publik.
Tessa juga menyampaikan penghargaan kepada semua pihak, yang telah memberikan dukungan dalam proses penanganan perkara ini.
“Kami mengapresiasi segala dukungan yang telah diberikan, sehingga penanganan perkara ini dapat berjalan efektif dan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Dengan ditolaknya kasasi ini, Tessa menegaskan bahwa kasus yang menjerat SYL kini telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. SYL akan menjalani hukuman penjara dan membayar uang pengganti sebagai pidana tambahan sesuai dengan putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis Kasasi, kecuali ada upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK).
Tessa juga menggarisbawahi pembebanan uang pengganti kepada SYL sebesar Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu, yang menjadi bagian dari putusan kasasi. Ia menekankan bahwa selain untuk memberikan efek jera, pembayaran uang pengganti tersebut juga berfungsi sebagai instrumen dalam peningkatan asset recovery dalam kasus-kasus korupsi.
“Pembebanan uang pengganti sangat penting tidak hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga untuk memulihkan aset negara yang hilang akibat tindakan korupsi,” kata Tessa.
Lebih lanjut, Tessa menegaskan bahwa pemerasan yang dilakukan oleh SYL, dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pertanian adalah salah satu isu utama yang menjadi perhatian KPK, dalam pencegahan korupsi di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN). KPK berharap agar langkah-langkah perbaikan dalam tata kelola pemerintahan segera dilakukan agar tindakan serupa tidak terulang di masa depan.
Sebagaimana tercatat dalam putusan nomor perkara 1081 K/PID.SUS/2025, Majelis Kasasi yang dipimpin oleh Yohanes Priyana sebagai Ketua Majelis Hakim, bersama hakim anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono, menolak kasasi yang diajukan oleh SYL dan memutuskan agar uang pengganti yang harus dibayar oleh terdakwa tetap sebesar Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu.
Amar putusan Kasasi tersebut menyatakan bahwa SYL diwajibkan membayar uang pengganti tersebut, yang akan dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini, yang kemudian akan dirampas untuk negara.
Jika SYL tidak dapat membayar uang pengganti tersebut, maka dia akan menjalani hukuman penjara tambahan selama lima tahun. Sebelumnya, SYL dijatuhi vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan, Majelis Hakim menilai bahwa SYL menerima total uang sekitar Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu, meski sebagian dari uang tersebut digunakan untuk kepentingan tugas resmi SYL sebagai menteri. Namun, pengadilan banding memperberat hukuman tersebut dengan menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan.
Dengan putusan kasasi ini, KPK berharap agar kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik seperti SYL dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. (bs)
Comment