Perempuan Haid Tetap Bisa Membaca Al-Qur’an dan Mengikuti Kajian di Masjid? Ini Penjelasannya

MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan kesempatan bagi umat Islam, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai ibadah. Di antaranya adalah berpuasa, membaca Al-Qur’an, dan menghadiri kajian keagamaan.

Namun, bagi perempuan yang sedang haid, muncul pertanyaan yang sering kali mengganjal: Bolehkah mereka tetap berinteraksi dengan Al-Qur’an dan memasuki masjid untuk mengikuti kajian?

Keraguan ini biasanya muncul karena adanya pemahaman terhadap ayat dalam surat Al-Waqi’ah (56:79) yang berbunyi:

“Laa yamassuhu illal-muthahharuun”, yang berarti “Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.”

Lalu, apakah ayat ini melarang perempuan haid untuk membaca Al-Qur’an atau memasuki masjid? Mari kita bahas lebih dalam dengan landasan yang jelas dan penjelasan yang seimbang.

Bolehkah Perempuan Haid Membaca Al-Qur’an?

Berdasarkan fatwa Majelis Tarjih, larangan membaca Al-Qur’an selama haid lebih bersifat sebagai etika atau penghormatan terhadap kekudusan Al-Qur’an, dan bukan merupakan hukum syariat yang mutlak.

Tidak ada hadis sahih yang secara eksplisit melarang orang yang berhadas besar, seperti perempuan haid, untuk membaca Al-Qur’an.

Sebaliknya, terdapat hadis sahih yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyatakan, “Adalah Nabi SAW menyebut nama Allah SWT dalam segala keadaan” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).

Jika berzikir kepada Allah SWT diperbolehkan dalam segala kondisi, termasuk saat seseorang dalam keadaan hadas besar, maka membaca Al-Qur’an yang pada dasarnya juga merupakan bentuk zikir, juga diperbolehkan.

Mengenai ayat “laa yamassuhu illal-muthahharuun”, perlu dipahami bahwa, ayat ini diturunkan di Makkah jauh sebelum mushaf Al-Qur’an disusun pada masa Khalifah Utsman bin Affan, sekitar 30 tahun setelah turunnya wahyu. Ayat ini bukan merujuk pada larangan fisik menyentuh mushaf Al-Qur’an, melainkan mengandung makna yang lebih dalam, yakni mengenai kesucian hati dan keimanan.

Para mufassir menjelaskan bahwa “al-muthahharuun” dalam ayat ini adalah orang-orang yang suci hatinya—yakni mereka yang beriman kepada Allah SWT dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Kesucian yang dimaksud lebih kepada ketakwaan dan keimanan, bukan sekadar kebersihan fisik.

Meski begitu, Majelis Tarjih tetap menganjurkan agar seseorang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci, yaitu bebas dari hadas besar dan kecil, serta berwudhu, sebagai bentuk adab dan penghormatan terhadap Al-Qur’an.

Namun, dalam konteks perempuan haid, membaca Al-Qur’an tetap dianjurkan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, asalkan dilakukan dengan niat yang tulus dan hati yang bersih. Dengan demikian, meski tidak berpuasa, mereka tetap dapat meraih keberkahan Ramadan dengan cara yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Bolehkah Perempuan Haid Masuk Masjid untuk Mengikuti Kajian?

Perihal perempuan haid yang ingin memasuki Masjid untuk mengikuti kajian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama melarang berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ummu Salamah.

Yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW mengatakan; “Sesungguhnya Masjid tidak halal untuk orang junub dan tidak pula untuk orang haid.”

Namun, Majelis Tarjih menyatakan bahwa hadis ini tidak sahih, karena terdapat perawi majhul (tidak diketahui identitasnya), sehingga tidak bisa dijadikan dasar hukum. Sebaliknya, terdapat hadis sahih dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang menceritakan bahwa Nabi SAW memintanya untuk mengambil sajadah dari Masjid ketika ia sedang haid.

Nabi hanya berkata; “Haidmu tidak di tanganmu.”

Ini menunjukkan bahwa haid adalah kondisi alami yang tidak menghalangi perempuan untuk berada di Masjid selama tidak mengotori tempat ibadah.

Hadis lain yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari juga memperkuat pandangan ini. Ketika Aisyah haid dalam perjalanan haji, Nabi SAW tidak melarangnya masuk Masjid, hanya melarangnya untuk tawaf.

Bahkan, pada peristiwa Id, perempuan haid diperbolehkan hadir di lapangan untuk mendengarkan khutbah meskipun diminta menjauh dari shaf salat.

Berdasarkan hal ini, Fatwa Tarjih menyimpulkan bahwa perempuan haid boleh memasuki Masjid jika ada keperluan. Seperti mengikuti kajian, selama menjaga kebersihan dan tidak mengotori Masjid.

Ramadan adalah bulan yang penuh rahmat, dan perempuan yang sedang haid tidak perlu merasa tersisih. Meskipun mereka tidak berpuasa, mereka tetap dapat meraih keberkahan dengan cara yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Membaca Al-Qur’an dan mengikuti kajian di Masjid adalah cara-cara yang dapat dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, selama dilakukan dengan niat yang tulus dan hati yang bersih.

Yang terpenting adalah niat ibadah dan penghormatan kepada Allah SWT. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menghormati segala bentuk ibadah, menjaga adab dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, serta senantiasa mencari ilmu untuk meningkatkan kualitas ibadah kita.

Semoga kita semua dapat memanfaatkan bulan Ramadan ini dengan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dalam keadaan apapun, termasuk ketika perempuan sedang haid. (*)

Comment