MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Dalam ajaran Islam, penyaluran hasrat seksual manusia tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada aturan tertentu terkait dengan hal ini yang wajib dipatuhi oleh setiap Muslim.
Utamanya, umat Islam dapat memenuhi kebutuhan biologis tersebut setelah menikah dengan pasangan yang sah.
Namun di sisi lain, sebagian orang kerap melakukan masturbasi sebagai alternatif untuk menyampaikan hasrat seksual mereka sebelum menikah. Lalu, bagaimana hukumnya dalam Islam?
Dalam kajian fikih, masturbasi dikenal dengan istilah istimna’, yaitu mengeluarkan sperma/air mani tanpa melalui senggama, baik menggunakan tangan maupun dengan yang lain.
Istimna’ dapat dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki dengan tangan sendiri atau tangan orang lain.
Mengutip dari Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (jilid 4, hal. 97), tujuan seseorang melakukan istimna’ adalah untuk memenuhi dorongan seksualnya.
Melansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, ada perbedaan pendapat ulama terkait dengan hukum masturbasi dalam Islam, baik yang dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan sah. Berikut adalah masing-masing penjelasannya.
Jika Anda Melakukannya Sendiri
Hukum masturbasi yang dilakukan sendiri, baik oleh laki-laki maupun perempuan, masih diperdebatkan oleh para ulama.
Ada yang mengharamkannya secara mutlak, ada pula yang membolehkan dalam kondisi tertentu.
Selain itu, beberapa ulama lain juga berpendapat bahwa masturbasi yang dilakukan sendiri hukumnya makruh.
Haram
Adapun ulama yang mengharamkan masturbasi sendiri adalah ulama dari mazhab Maliki dan Syafi’i .
Ulama Syafi’i berpendapat bahwa Allah SWT memerintah umatnya untuk menjaga publisitas, kecuali di hadapan istri atau budak perempuan yang didapat dari hasil peperangan.
Hal ini Merujuk pada firman Allah SWT dalam surat al-Mukminun (23) ayat 5-6 yang artinya:
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (QS.23:5-6).
Boleh dalam Kondisi Tertentu
Sementara itu, ulama mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa masturbasi haram dalam kondisi tertentu dan boleh untuk kondisi yang lain.
Dalam laman NU Online, dijelaskan bahwa ulama Hanafi mengharamkan istimna’ jika sekadar untuk membangkitkan serta mengumbar dorongan syahwat.
Namun, jika dorongan syahwat terlalu kuat dan tidak bisa ditahan, sementara tidak memiliki pasangan sah untuk menyampaikan syahwat tersebut, maka diperkenankan untuk melakukan istimna’.
Sebab, hal ini bertanya-tanya bisa menjerumuskan seseorang kepada perbuatan zina apabila tidak melakukan istimna’ dalam keadaan mendesak.
Makruh
Terakhir, Ibnu Hazam, sebagian ulama Hanafi, sebagian ulama Syafi’i, dan sebagian ulama Hanbali berpendapat bahwa hukum masturbasi adalah makruh.
Alasannya karena istimna’ termasuk perkara yang status keharamannya tidak dijelaskan Allah secara eksplisit. Dengan demikian, perbuatan tersebut hanya digolongkan sebagai akhlak yang tidak mulia dan perangai yang tidak utama.
Jika Dilakukan Pasangan yang Sah
Di sisi lain, mayoritas ulama fikih membolehkan istimna’ yang dilakukan bersama pasangan yang sah, baik menggunakan tangan maupun dengan yang lain.
Hal ini dapat dibenarkan dengan syarat selama tidak ada perkara yang menghalangi dari suami atau istri, seperti haid, nifas, puasa, itikaf, dan ibadah haji.
Pasalnya, pasangan sah merupakan tempat bersenang-senang dan menyalurkan kebutuhan seksual yang telah diperbolehkan dalam syariat Islam. (*)
Comment