MENITNEWS.COM, JAKARTA — Ketegangan ekonomi global kembali memicu tekanan bagi nilai tukar rupiah. Setelah libur Lebaran Idulfitri, mata uang Indonesia diperkirakan akan mengalami pelemahan signifikan hingga mencapai level Rp17.000 per dolar AS.
Faktor utama yang mendorong pelemahan ini adalah kebijakan tarif impor resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada 2 April 2025 lalu. Kebijakan tersebut mengenakan tarif masuk yang tinggi bagi produk impor dengan besaran bervariasi antara 10 persen hingga 39 persen. Wow!
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa produk asal Indonesia yang masuk ke pasar AS, kini dikenai tarif sebesar 32 persen. Kebijakan ini diprediksi akan meningkatkan harga emas dunia dan memperburuk sentimen pasar.
Selain dampak ekonomi, faktor geopolitik turut memperkeruh keadaan. Ibrahim menyoroti potensi eskalasi konflik di Timur Tengah, ketegangan antara AS dan Iran terkait program nuklir, serta ancaman perang antara Rusia dan Ukraina, yang semakin nyata.
Kondisi ini berkontribusi pada meningkatnya ketidakpastian global dan berimbas pada pelemahan rupiah.
“Dalam pekan ini, saat pasar dibuka, nilai tukar rupiah kemungkinan berada di kisaran Rp16.900 per dolar AS. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan menyentuh Rp17.000 per dolar AS. Kondisi ini perlu diwaspadai,” ujar Ibrahim dalam keterangannya di Jakarta.
Dampak lanjutan dari perang dagang ini juga diperkirakan akan menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ibrahim memprediksi IHSG berpotensi melemah hingga 2-3 persen pada perdagangan Senin (7/4/2025) hari ini.
“Efek dari perang dagang ini sangat besar, terutama bagi Indonesia yang kini menghadapi beban tarif tinggi dari AS,” lanjutnya.
Guna meredam dampak negatif, Ibrahim menyarankan pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Salah satunya adalah menerapkan tarif balasan sebesar 32 persen bagi produk asal AS yang masuk ke Indonesia.
Selain itu, pemerintah disarankan untuk mencari pasar ekspor alternatif, memanfaatkan keanggotaan Indonesia di BRICS, serta menyalurkan stimulus guna mengurangi dampak ekonomi dari kebijakan perdagangan AS.
Lebih lanjut, Ibrahim menekankan pentingnya peran Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Ia mengusulkan agar BI lebih aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing dan obligasi untuk menahan gejolak yang lebih dalam.
“Langkah-langkah strategis ini harus segera diambil, agar Indonesia tetap dapat mempertahankan daya saing di tengah ketidakpastian global. Jika AS menerapkan perang dagang terhadap Indonesia, maka kita juga harus siap memberikan respons yang sepadan,” pungkasnya. (*)
Comment