MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin (Appi), tak sedang berpaling. Ia hanya sedang belajar mencintai dengan cara yang berbeda.
Pelan, tanpa tepuk tangan. Diam-diam, di bawah bayang aturan yang tak bisa dinegosiasikan.
Lebih dari 3.000 Tenaga Honorer berdiri di tepi ketidakpastian. Sebagian menggenggam sapu, sebagian memeluk buku pelajaran.
Mereka tidak salah. Mereka hanya tiba di persimpangan ketika sistem Negara berkata: “Cukup.”
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023, tidak lagi mengizinkan pengangkatan Tenaga Honorer.
Maka pertanyaannya menyakitkan: Haruskah seorang Wali Kota melanggar hukum demi terlihat peduli?
Atau… Haruskah ia memeluk rakyatnya, sambil perlahan-lahan menuntun mereka ke jalan lain yang tidak membuatnya kehilangan integritas?
Nah, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin memilih jalan kedua. Pak Appi punya solusi.
Itu bukan jalan yang mudah. Itu bukan jalan yang disukai banyak orang. Tapi itu satu-satunya jalan yang tidak membuatnya menghancurkan hukum demi popularitas.
Maka lahirlah PJLP atau Penyedia Jasa Lainnya Perorangan. Bagi sebagian orang, ini hanya istilah Birokrasi.
PJLP ini dihadirkan, untuk menyelamatkan para Tenaga Honorer Pemkot Makassar, yang jumlahnya ribuan orang. Ini adalah bukti kasih sayang Appi kepada para Tenaga Honorer.
Tapi bagi seorang Petugas Kebersihan yang takut kehilangan harga diri, atau Guru Honorer yang sudah tak bisa tidur karena cemas besok tak bisa mengajar, PJLP adalah satu-satunya cara bertahan tanpa merasa dilanggar.
“Kami ingin mempertahankan kalian, tapi kami juga harus patuh. Kami tak bisa memeluk kalian seperti dulu,” kata seorang Pejabat, dengan suara lirih di tengah rapat malam yang sunyi.
PJLP membuka ruang baru. Dengan NIB pribadi, akun layanan digital, dan kontrak langsung dari OPD, para Honorer bisa kembali bekerja dengan martabat, tanpa harus disembunyikan dari hukum.
Tidak sempurna. Tapi nyata. Dan yang nyata, kadang lebih menyakitkan daripada janji palsu yang indah.
⸻
Di ruang kelas, seorang Guru mungkin masih mengusap air matanya.
Di pinggir jalan, seorang penyapu mungkin masih bertanya-tanya apakah mereka telah dilupakan.
Tapi percayalah, kalian tidak pernah ditinggalkan.
Kalian sedang diselamatkan, dengan cara yang tidak semua orang berani tempuh.
Karena mencintai rakyat tidak selalu berarti melawan aturan.
“Kadang, mencintai berarti menahan diri dari hal yang paling ingin dilakukan, demi melindungi lebih banyak lagi.”
⸻
Bukan karena tak sayang, tapi karena tak bisa.
Dalam politik, itu kadang adalah bentuk kasih sayang yang paling jujur. (*)
⸻
Makassar, 20 Mei 2025
By: Jamaluddin
Comment