MENITNEWS.COM– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar bersama Dinas Penataan Ruang Kota Makassar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Makassar, Kamis (5/6/2025).
RDP membahas pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk bangunan rumah kos tujuh lantai di Jalan Bulusaraung, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.
Anggota DPRD Kota Makassar, Fasruddin Rusly, menyampaikan bahwa ia sudah tiga kali melakukan inspeksi mendadak (sidak) di lokasi. Ia menilai konstruksi bangunan tersebut sudah tidak layak karena dibangun sejajar dengan 10 ruko di sekitarnya, namun menambah hingga 7 lantai.
“Ada penambahan 4 lantai di tengah bangunan, padahal konstruksinya hanya untuk tiga lantai. Ini tidak masuk akal,” kata Fasruddin.
Legislator dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menambahkan bahwa konstruksi di atas 4 lantai tidak memenuhi standar. Warga sekitar juga merasa dirugikan karena bangunan terasa goyang saat angin kencang.
“Bangunan ini pernah disegel, tapi kemudian dibangun kembali secara tertutup. Kami sudah lakukan sidak tiga kali karena pembangunan terus berlanjut,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa besi tulangan bangunan hanya standar tiga lantai, sehingga beban konstruksi sangat mengkhawatirkan. Karena itu, izin untuk bangunan tersebut belum layak dikeluarkan.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Makassar ini menyoroti pentingnya Dinas Tata Ruang untuk mengkaji Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Ia menegaskan bahwa bangunan belum layak mendapatkan PBG, Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan izin lainnya.
“Jika bangunan roboh, siapa yang bertanggung jawab? Masyarakat di sekitar yang akan terdampak. Jangan asal beri izin penambahan lantai,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, Fuad Azis, menjelaskan bahwa IMB dan PBG memiliki aturan berbeda. Karena bangunan kos ini belum selesai, proses persetujuan dilakukan secara bertahap dengan pengkajian manual dan melibatkan arsitek serta tenaga ahli struktur.
“Bangunan belum selesai, jadi harus melalui proses teknis manual. Proses pengkajian sudah dilakukan 3-5 kali bersama tim ahli,” jelas Fuad dalam RDP.
Ia menambahkan bahwa SLF hanya bisa diterbitkan setelah bangunan dinyatakan layak secara teknis. Dinas Penataan Ruang, PTSP, dan Komisi C DPRD terus berkoordinasi untuk menyelesaikan persoalan ini.
Langkah selanjutnya adalah menunggu penyelesaian pembangunan dan penerbitan SLF sesuai hasil pengkajian.
“Kami harus menunggu penilik untuk mengevaluasi bangunan setelah selesai. Setelah itu, SLF bisa diterbitkan dan RDP kembali dilakukan,” ujarnya.
Fuad juga menyatakan kesiapan PTSP dan Komisi C untuk terlibat dalam penyelesaian polemik ini secara terbuka dan objektif.
“Kami selalu berkonsultasi dan mencari solusi terkait permasalahan ini. Kami siap berkontribusi bersama DPRD untuk menyelesaikan,” pungkas Fuad.
Comment