Waspada! Ayo Kenali Varian Baru yang Jadi Pemicu Covid-19

MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Kasus Covid-19 kembali mengalami lonjakan di berbagai Negara hingga awal Juni 2025. Thailand, Singapura, India, dan China menjadi Negara yang melaporkan peningkatan signifikan dalam jumlah kasus.

Sementara itu di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI melaporkan adanya penambahan tujuh kasus baru dalam periode 25 hingga 31 Mei 2025. Dengan penambahan tersebut, total kasus Covid-19 yang tercatat sepanjang tahun ini mencapai 72 kasus.

Kenaikan ini dikaitkan dengan penyebaran varian baru virus corona, terutama varian NB.1.8.1 dan LF.7 yang merupakan turunan dari varian JN.1.

Melansir laporan Al Jazeera, varian NB.1.8.1 pertama kali terdeteksi pada Januari 2025 dan termasuk dalam kelompok varian Omicron. NB.1.8.1 disebut sebagai varian rekombinan, yang artinya varian ini terbentuk dari pencampuran genetik dua atau lebih varian sebelumnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 23 Mei 2025 menyatakan bahwa NB.1.8.1 masuk dalam kategori “varian dalam pemantauan” atau variant under monitoring (VUM).

Berdasarkan definisi WHO tahun 2023, status ini menunjukkan bahwa varian tersebut telah mengalami perubahan genetik yang berpotensi memengaruhi cara kerja virus, termasuk kemungkinan penyebaran yang lebih cepat meskipun belum ada bukti kuat mengenai tingkat keparahan atau dampaknya.

Sejumlah ahli turut angkat bicara mengenai varian baru ini. Lara Herrero, seorang ahli virus, menulis untuk The Conversation bahwa NB.1.8.1 menunjukkan tingkat penularan yang lebih tinggi.

Hal senada diungkapkan oleh Subhash Verma, profesor mikrobiologi dan imunologi di Fakultas Kedokteran Universitas Nevada, Reno, dalam wawancaranya dengan CBS News.

“Penyakit ini lebih mudah menular,” ujar Subhash.

Gejala yang ditimbulkan oleh NB.1.8.1 sebagian besar mirip dengan varian sebelumnya, seperti sakit tenggorokan, batuk, nyeri otot, demam, dan hidung tersumbat. Namun, varian ini juga dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti mual dan diare.

Gejala yang lebih berat dapat berupa kesulitan bernapas, nyeri dada, kehilangan keseimbangan, hingga perubahan warna kulit dan bibir. Meskipun tingkat penularannya lebih tinggi, hingga kini belum ada bukti bahwa varian NB.1.8.1 menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Lara Herrero juga menyoroti bahwa varian ini kemungkinan dapat “menghindari sebagian” kekebalan yang terbentuk dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya. Kendati demikian, vaksinasi tetap dianggap efektif untuk mengurangi risiko penyebaran dan keparahan penyakit.

Mengutip laporan NDTV, varian NB.1.8.1 umumnya menyebabkan gejala ringan hingga sedang. Namun, individu dengan komorbiditas, orang yang belum divaksinasi, mereka yang memiliki sistem imun lemah, serta lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala serius. (*)

Comment