MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Aksi unjuk rasa yang berujung ricuh di depan gedung DPRD Makassar, menyorot perhatian publik, terutama setelah seorang Mahasiswa berinisial ZM (22) ditetapkan sebagai tersangka.
Mahasiswa asal Bone ini terancam hukuman berat, setelah diduga kuat melakukan provokasi melalui siaran live TikTok yang mengajak massa untuk berbuat anarkis.
Kasus ini menjadi peringatan keras tentang bahaya penyebaran konten provokatif di media sosial.
Terjerat Pasal Berlapis: Ancaman Penjara Hingga 10 Tahun
Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) bergerak cepat mengamankan ZM, yang saat kerusuhan terjadi, melakukan siaran langsung di TikTok. Kombes Pol Didik Supranoto, Kabid Humas Polda Sulsel, menjelaskan bahwa ZM dijerat pasal berlapis, yaitu:
- Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan, dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara dan denda minimal Rp500 juta.
- Pasal 45A ayat (2) UU ITE tentang penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Jika kedua pasal ini digabungkan, ZM terancam hukuman total 10 tahun penjara dan denda hingga Rp1,5 miliar. Ancaman ini menunjukkan keseriusan pihak berwenang dalam menindak kejahatan yang memanfaatkan platform digital.
Kronologi Kerusuhan dan Kerugian Fantastis
Kerusuhan terjadi pada Jumat, 29 Agustus 2025 lalu, bermula dari unjuk rasa yang seharusnya damai. Namun, situasi memanas ketika ribuan massa menerobos masuk ke halaman gedung DPRD Kota Makassar dan DPRD Sulsel.
Massa yang anarkis merusak fasilitas, membakar kendaraan dinas dan pribadi, serta melahap sebagian besar gedung DPRD Provinsi dan DPRD Kota Makassar.
Kerugian akibat insiden ini ditaksir mencapai miliaran rupiah. Sejumlah ruangan vital seperti ruang rapat paripurna dan kantor fraksi hangus terbakar, meninggalkan kerusakan yang signifikan pada fasilitas Negara.
Puluhan Tersangka Lain Ikut Ditangkap
Selain ZM, polisi telah menetapkan total 29 tersangka terkait kerusuhan ini. Mereka memiliki beragam latar belakang, mulai dari Mahasiswa, Pelajar, Buruh, hingga Petugas Kebersihan.
Dari 14 tersangka kasus DPRD Provinsi, delapan di antaranya adalah Mahasiswa. Sementara dari 15 tersangka kasus DPRD Kota Makassar, dua di antaranya juga berstatus Mahasiswa. Meskipun ada tersangka yang masih di bawah umur, proses hukum tetap berjalan dengan memperhatikan perlindungan anak.
Peran para tersangka bervariasi, mulai dari merusak, membakar, menjarah inventaris, hingga melakukan provokasi. Kasus ini menjadi bukti nyata dampak buruk dari tindakan anarkis yang terorganisir, termasuk melalui platform media sosial. (*)
Comment