MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Makassar, yang melarang penjualan seragam sekolah di lingkungan sekolah, termasuk melalui Koperasi, menuai protes keras dari para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) konveksi lokal.
Mereka mengklaim larangan ini telah mematikan roda ekonomi usaha kecil, yang selama ini menggantungkan diri pada pengadaan seragam SD dan SMP. Bahkan, memaksa beberapa pengusaha untuk menggadaikan harta benda demi modal yang kini macet.
Salah satu pengusaha konveksi di Kota Makassar, Hardawati alias Wati, Selasa (21/10/2025), mengungkapkan penderitaan yang dialaminya. Ia mengaku terpaksa menggadaikan seluruh emasnya untuk memodali pembuatan ratusan pasang seragam sekolah, yang kini dilarang untuk disalurkan.
”Kami sudah menggadaikan emas di Pegadaian untuk modal. Tapi pengadaan seragam ini tidak jalan. Bayar bunga pinjaman saja sudah susah karena tidak ada uang masuk,” keluh Wati, perwakilan UMKM Konveksi Makassar, yang menyebut kebijakan ini secara langsung mematikan usaha UMKM.
Ia menyebut, ada ratusan pasang seragam yang sudah dipesan sekolah, namun kini tertahan akibat kebijakan Disdik Kota Makassar.
Ancaman Aksi Unjuk Rasa Besar
Wati yang berdomisili di Kelurahan Barabaraya, Kecamatan Makassar, bersama puluhan pelaku usaha konveksi lainnya, yang mayoritas pendukung Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham, kini melayangkan gugatan terhadap Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) dan sejumlah Kepala Sekolah.
Mereka menuntut Disdik Makassar, segera meninjau ulang dan menjalankan kembali kerja sama pengadaan seragam seperti tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai bentuk protes, sekitar 50 pelaku UMKM konveksi berencana akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran memprotes kebijakan Disdik tersebut.
“Kami pengusaha kecil kalau begini terus akan mematikan usaha kami. Belum lagi karyawan yang harus dibiayai, tidak ada uang,” tegas Wati yang mengaku selama ini selalu bermitra dengan sekolah dan bahkan aktif menyumbang ratusan pasang seragam gratis untuk siswa tidak mampu.
Pelaku UMKM lainnya, Dewiana yang bermukim di Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, juga mengeluhkan hal serupa. Dia mendesak Disdik Makassar, untuk mencari solusi lain.
Termasuk memaksimalkan peran Koperasi Sekolah, agar seluruh rantai ekonomi terkait seragam bisa tetap hidup.
“Harus ada solusi terbaik. Tidak mematikan UMKM dan siswa juga tidak dirugikan,” ucapnya.
Keluarga Siswa Turut Mengeluh: Seragam Sekolah Semrawut!
Dampak kebijakan ini juga dirasakan oleh Orang Tua Siswa. Salah satu Orang Tua Siswa, Ainun, mengeluhkan seragam anak-anak di sekolah terlihat “semrawut” dan tidak jelas. Ini karena bebas memakai baju di sekolah.
”Kami Orang Tua Siswa mengeluh seragam anak cuma putih biru dan putih merah. Tidak ada seragam lain dipakai selama seminggu, karena dilarang lagi ada penjualan seragam,” keluh Ainun.
Ia menyayangkan ketidakberdayaan Koperasi Sekolah, dan hilangnya atribut atau ciri khas sekolah. Dia menyarankan berdayakan Koperasi Merah Putih, yang merupakan Program Utama Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Kelihatan semrawut, tidak ada atribut ciri khas sekolah sama sekali. Perlu ditinjau ulang kebijakan ini,” tambahnya. (*)
Comment