Oleh: Gani Dg Mattari (Menitnews.com)
Dinamika politik di tubuh “Beringin Rimbun” Sulawesi Selatan kembali menghangat. Pasca mundurnya Taufan Pawe dari bursa pencalonan kembali, mata publik kini tertuju pada satu nama yang kian santer disebut sebagai calon tunggal paling potensial memimpin DPD I Partai Golkar Sulsel: Munafri Arifuddin!
Yah. Sosok yang akrab disapa Appi ini, tampaknya tidak sekadar sedang berjalan, melainkan sedang melenggang di jalur bebas hambatan menuju kursi Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel.
Mengapa jalan Appi disebut begitu mulus? Setidaknya ada tiga alasan fundamental yang membuat figur ini sulit ditandingi dalam Musyawarah Daerah (Musda) Januari 2026 mendatang.
1. Soliditas Akar Rumput: Dukungan 19 DPD II
Politik adalah permainan angka dan legitimasi. Dalam konteks Musda Golkar, suara DPD II (Tingkat Kabupaten/Kota) adalah penentu kemenangan. Kabar terbaru menyebutkan bahwa sekitar 19 Ketua DPD II Golkar se-Sulawesi Selatan telah menyatakan sikap solid mendukung Appi. Artinya, tersisa lima saja yang belum menentukan sikap.
Dukungan mayoritas ini bukan sekadar formalitas di atas kertas, melainkan sinyal bahwa arus bawah menginginkan perubahan nakhoda yang mampu merangkul semua faksi. Di tengah potensi perpecahan pasca-kepemimpinan sebelumnya, Appi hadir sebagai figur “titik temu” yang dianggap mampu menjahit kembali keretakan internal.
2. Portofolio Politik yang Kian Matang
Appi bukan lagi “anak baru” dalam politik Sulsel. Keberhasilannya menakhodai Partai Golkar Makassar, hingga mampu menambah kursi di parlemen daerah pada Pileg 2023 lalu adalah bukti nyata kapasitas manajerialnya. Ia telah membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar tokoh populer, melainkan seorang petarung elektoral yang andal.
Kemenangannya di kancah legislatif dengan suara pribadi yang signifikan menjadi “tiket emas”. Bagi DPP Golkar di Jakarta, sosok yang memiliki basis massa riil dan kemampuan finansial serta jaringan yang kuat seperti Appi adalah aset strategis untuk mengamankan kemenangan partai di Pemilu 2029 mendatang.
3. Mundurnya Rival Kuat dan Wacana Musyawarah Mufakat
Absennya petahana Taufan Pawe dalam bursa pencalonan, menciptakan kekosongan figur sentral yang sebelumnya menjadi penghalang utama. Meski nama-nama besar seperti Bupati Barru, Andi Ina Kartika Sari, atau mantan Wali Kota Makassar dua periode, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) sempat mencuat, arah angin tampaknya lebih condong pada skenario musyawarah mufakat.
Gaya kepemimpinan Wali Kota Makassar itu yang cenderung moderat dan komunikatif, membuatnya lebih mudah diterima oleh berbagai pihak, termasuk oleh para senior partai di Tingkat Nasional maupun Daerah. Jika konsolidasi ini terus terjaga, Musda Golkar Sulsel kali ini kemungkinan besar tidak akan menjadi ajang “pertumpahan darah” politik, melainkan sebuah pengukuhan bagi Appi.
Tantangan di Balik Mulusnya Jalan
Tentu saja, jalan mulus bukan berarti tanpa lubang. Menjadi Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel adalah beban sejarah yang besar. Sulawesi Selatan secara tradisional adalah lumbung suara Golkar. Appi akan menghadapi ekspektasi tinggi untuk mengembalikan kejayaan partai yang sempat goyah.
Ia harus mampu mentransformasi dukungan DPD II yang bersifat personal menjadi mesin partai yang sistemik. Tantangan terbesarnya bukan lagi memenangkan kursi ketua, melainkan bagaimana ia memimpin “Beringin” agar tetap rindang dan kokoh di tengah gempuran partai-partai baru yang kian agresif di Sulawesi Selatan.
Momentum Bagi Appi
Munafri Arifuddin saat ini berada di momentum emasnya. Dengan dukungan akar rumput yang solid, rekam jejak yang teruji, dan peta politik yang menguntungkan, kursi DPD I Partai Golkar Sulsel tampaknya tinggal menunggu waktu untuk ia duduki.
Pertanyaannya kini bukan lagi “apakah ia akan terpilih?”, melainkan “seberapa hebat ia akan membawa Golkar Sulsel terbang tinggi?”.
Munafri memang layak menjadi Nakhoda baru Partai Golkar Sulsel. Semua syarat telah dipenuhi mantan CEO PSM Makassar itu, untuk mengembalikan kejayaan Partai Golkar di Sulawesi Selatan. (*)
Comment