MENITNEWS.COM, GOWA — Setelah dinyatakan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dilayangkan surat panggilan, Pengusaha asal Sulawesi Selatan, Annar Salahuddin Sampetoding (ASS) mendatangi Mapolres Gowa, Kamis (26/12/2024) malam.
Annar datang bersama dengan dua pengacaranya. Annar Sampetoding datang mengenakan kaos putih jaket hitam dan memakai topi hitam.
Annar disebut-sebut merupakan bos besar dalam kasus percetakan uang palsu di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Dia akhirnya menyerahkan diri.
Dilansir dari tribun-timur.com, Annar diperiksa selama tiga jam lebih oleh penyidik. Namun, Kapolres Gowa, AKBP Reonald TS Simanjuntak, belum memberikan keterangan resmi.
Sebelumnya, nama Annar Sampetoding terseret pabrik uang palsu di kampus UIN Alauddin Makassar.
Rumahnya di Jalan Sunu Makassar. menjadi pabrik uang palsu oleh tersangka Syahruna.
Selain itu, dalam penyelidikan, Syahruna juga mengaku mendapatkan modal untuk membuat uang palsu dari Annar Sampetoding.
Pengusaha Annar Sampetoding menjadi perhatian. Sebab, dalam rilis kepolisian resort Gowa ( Polres Gowa ), Annar Sampetoding yang mempertemukan Syahruna dengan Andi Ibrahim.
Syahruna dan Andi Ibrahim adalah tersangka kasus pabrik uang palsu di UIN Alauddin Makassar. Diduga kuat rumahnya jadi tempat pabrik uang palsu.
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, didampingi Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, menjelaskan peran ASS ini sangat vital dalam kasus uang palsu di UIN Alauddin Makassar.
Ternyata, ASS yang membiayai pembelian bahan baku produksi. Nama ASS mencuat dalam kasus peredaran uang palsu yang diproduksi dari dalam kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Samata, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Menurut Yudhiawan, sebelum mesin pencetak uang palsu di Kampus UIN ditemukan, polisi lebih dahulu mendatangi rumah di Jl Sunu 3, Kota Makassar.
Rumah tersebut adalah milik ASS. Namun, karena jumlah uang yang akan dicetak membutuhkan mesin dengan kapasitas lebih besar, akhirnya dipindahkan ke UIN.
“Awal pertama ditemukan di Jl Sunu Makassar, karena sudah mulai membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka membutuhkan alat yang lebih besar. Jadi, tadinya menggunakan alat kecil,” sebutnya.
Alat yang ditemukan dalam Perpustakaan UIN Alauddin, kata Yudhi dibeli seharga Rp 600 juta. Alat itu dibeli di China dan masuk lewat Surabaya. (bs)
Comment