MENITNEWS.COM, GOWA — Perwakilan keluarga dari pawang yang diterkam buaya di wisata Cimory Land, Kabupaten Gowa, Sulsel, meminta pertanggungjawaban warga yang mengaku-ngaku keluarga dari si buaya.
Pawang buaya bernama Baco Dg Rani, menagih tanggung jawab dari warga yang mengaku sebagai keluarga buaya.
Warga yang mengaku-ngaku sebagai keluarga si buaya, meminta Baco Dg Rani untuk mengevakuasi buaya tersebut dari tempat penitipan sementara di wisata Cimory, Gowa.
Namun, ketika hendak melakukan ritual untuk berkomunikasi dan membawa pulang si buaya, Baco Dg Rani malah diterkam oleh buaya tersebut.
Akibat terkaman buaya itu, korban mengalami luka robek dan patah tulang pada tangan kanannya. Korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah di Jalan Tun Abdul Razak, Gowa.
“Tidak putus, cuma robek. Ada luka robek dengan patah tulang, karena buaya berputar kan kalau menerkam,” ujar Kapolsek Parangloe, AKP Muhamad Ashar.
Menantu korban, Nurmiati (42), mengatakan warga yang mengaku sebagai keluarga si buaya siap untuk bertanggung jawab. Namun setelah insiden itu terjadi, warga tersebut kini menghilang tanpa kabar.
“Itu yang kami cari (warga yang mengaku sebagai keluarga buaya). Beberapa hari ini tidak ada kabarnya. Padahal, yang kami tahu itu kan (korban) dijemput baik-baik untuk ke sana (Cimory),” ucap Nurmiati.
Nurmiati menceritakan, korban dijemput menuju Cimory Gowa menggunakan mobil. Namun setelah kejadian korban diterkam buaya justru warga yang mengaku keluarga dari si buaya tersebut malah menghilang.
Korban lalu dijemput keluarganya sendiri menggunakan sepeda motor. Padahal, waktu dibawa ke Cimory Land pakai mobil.
“Naik mobil (dijemput untuk ke Cimory Land), pulangnya sisa naik motor, keluarga sendiri yang jemput,” ungkap Nurmiati.
Nurmiati pun menyesalkan warga yang menjemput korban hingga saat ini tidak bertanggung jawab. Padahal sebelumnya warga yang mengaku sebagai keluarga buaya sempat berjanji akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu.
“Tidak ada mi, tidak ada mi yang mau tanggung jawab. Kita tidak tahu ke mana itu yang mengaku-mengaku katanya cucunya (buaya). Padahal ada pengakuan yang katanya ‘iya nanti kami tanggung jawab kalau ada apa-apa’, ada yang berkata seperti itu dan tidak tahu di mana mi sekarang,” tambahnya.
Perwakilan keluarga Baco Dg Rani, menyebut korban batal menjalani operasi pada tangan kanannya yang patah karena diterkam buaya. Operasi itu belum dilakukan, lantaran terkendala biaya Rp 40 juta yang tidak di-cover BPJS.
“Kalau operasi batal memang, iya batal, karena di mana ki mau ambil uang (Rp 40 juta) dalam waktu dekat, sementara tidak ditanggung BPJS. Jadi memang terpaksa dipulangkan,” ujar menantu Baco, Nurmiati.
Nurmiati mengatakan, kondisi korban saat ini masih belum pulih. Sang pawang harus menahan sakit dari luka gigitan pada tangan kanannya dan sakit akibat tulang yang patah.
“Gawat karena memang kan dia istilahnya memikul dua rasa sakit ini. Sakit patah tulang sama cabikan, dan cabikannya itu dalam sampai terbuka itu daging,” ucap Nurmiati.
Nurmiati menyebut, Baco Dg Rani saat ini berada di RSUD Daya, Makassar. Namun dia belum mengetahui apakah operasi bisa dilakukan di sana sebab masih belum memiliki biaya.
“Belum ada kejelasan ini apakah berkasnya sampai atau tidak. Yang jelas masih di rumah sakit, masih menerima, cuma perawatannya. Operasinya belum,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah warga Kelurahan Tamangapa, beramai-ramai mendatangi wisata Cimory Land di Kecamatan Parangloe, Gowa pada Senin (17/2) sekitar pukul 22.30 Wita. Kedatangan mereka berniat untuk menjemput buaya yang dievakuasi ke tempat wisata tersebut.
Buaya itu sebelumnya muncul saat banjir melanda di permukiman warga di Kampung Kajang, Lorong 1, Kelurahan Tamangapa, Rabu (12/2) sekitar pukul 23.00 Wita. Buaya itu kemudian diamankan di wisata Cimory Land.
Namun, warga Tamangapa bersikeras bahwa buaya tersebut adalah ‘jelmaan’ dari anggota keluarga mereka. Salah seorang warga meyakini bahwa buaya itu adalah saudara kembar dari kakeknya yang berusia 100 tahun.
Masyarakat Bugis-Makassar memang memiliki kepercayaan tradisional bahwa buaya adalah saudara manusia. Kepercayaan ini berasal dari mitos lama yang menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki saudara kembar dari alam air, salah satunya adalah buaya.
Beberapa masyarakat Bugis-Makassar percaya bahwa buaya kembar lahir dari air ketuban yang pecah saat ibu melahirkan. Dalam kitab Lagaligo, terdapat kisah dewa dan dewi yang turun ke bumi dengan duduk di atas punggung buaya. (bs)
Comment