MENITNEWS.COM, PALOPO — Pilkada Ulang Palopo segera dilaksanakan. Namun, masalah yang menerpa salah satu calon Wali Kota, Naili Trisal, belum juga selesai.
Dugaan pemalsuan SPT bayangi salah satu cawalkot Palopo, Naili Trisal. Angin politik yang semula tenang menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo kini berembus kencang, membawa aroma dugaan pelanggaran administrasi yang menyasar salah satu calon.
Di Kota yang dikelilingi pegunungan dan lautan itu, suara-suara mulai menggumam, mempertanyakan apakah semua berkas pencalonan sudah benar adanya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Palopo, membeberkan hasil penelusuran yang mereka lakukan atas laporan warga. Ketua Bawaslu Palopo, Khaerana, menyebut ada perbedaan mencolok antara Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak yang diserahkan Naili ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palopo, dengan dokumen yang tercatat di kantor pajak.
Mereka bahkan mendatangi langsung dua titik. Keduanya adalah Kantor Pajak di Palopo dan di Jakarta Utara, demi memverifikasi kebenaran dokumen itu.
“Hasilnya berbeda. Kalau di KPU, laporannya tertanggal Februari. Sementara di kantor pajak muncul tanggal 6 Maret. Kami menduga ini diedit,” ungkap Khaerana, dikutip dari Sulsel.Herald.id.
Ia menegaskan, meskipun pembayaran pajaknya dilakukan, yang jadi masalah adalah keabsahan dokumen yang disetor sebagai syarat pencalonan. Bawaslu Palopo sudah mengirim rekomendasi kepada KPU Palopo pada 3 Mei 2025 lalu, dan kini menunggu langkah lanjutan.
Waktu yang tersisa hanya tujuh hari bagi KPU untuk menentukan nasib Naili di pentas PSU.
Apakah lanjut atau didiskualifikasi.
Namun, kubu Naili tak tinggal diam. Kuasa hukumnya, Baihaki, menyebut langkah Bawaslu cacat formil. Menurutnya, kliennya tak pernah dimintai klarifikasi langsung soal dugaan pemalsuan SPT itu.
“Tidak ada klarifikasi ke Ibu Naili. Tidak pernah mereka minta keterangan dan tidak pernah tunjukkan dokumen yang mana yang dianggap keliru,” keluh Baihaki, seperti dikutip dari Sulsel.Herald.id.
Mereka pun merujuk pada pelanggaran Pasal 26 Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2024, yang semestinya melibatkan terlapor dalam proses klarifikasi ini.
Menariknya, sebelum badai rekomendasi Bawaslu ini muncul, Naili sendiri lebih dulu menggulirkan langkah hukum. Ia melaporkan akun media sosial berinisial SS ke Polres Palopo, atas dugaan pencemaran nama baik.
Dua laporan dilayangkan: satu soal tuduhan fitnah pemalsuan laporan pembayaran pajak, satu lagi terkait penyebaran data pribadi berupa ijazah.
“Terkait akun yang sudah menyebarkan ijazah klien kami tanpa izin. Itu masuk ranah privat,” jelas Baihaki.
Sementara itu, Polres Palopo melalui AKP Supriadi, membenarkan laporan tersebut dan kini tengah melakukan penyelidikan berdasarkan Undang-undang ITE.
Di atas panggung politik Palopo, tampaknya bukan hanya suara rakyat yang dipertaruhkan, tetapi juga legitimasi dan integritas para pemainnya.
PSU Pilkada Palopo, yang semestinya menjadi momen demokrasi pemulihan, justru membuka kotak Pandora baru: siapa yang bermain jujur, siapa yang sedang menyembunyikan tangan di balik bayang-bayang surat pajak? Kota kecil itu kini menanti jawaban. (*)
Comment