Pengamat Sebut Kebijakan Munafri Arifuddin Sangat Tepat Terkait Efesiensi dan Penataan Legitimasi Birokrasi

MENITNEWS.COM, MAKASSAR– Kebijakan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, dengan melakukan pemangkasan Tenaga Honorer yang tidak terdaftar, dinilai pengamat sebagai langkah tepat.

Menurut Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, yang juga mantan Anggota Komisi Informasi Publik (KIP) Sulawesi Selatan, Mattewakkan S.IP, M.Si, menilai kebijakan yang diambil oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, patut didukung

Kebijakan dalam memangkas sekitar 3.000 Tenaga Honorer yang tidak terdaftar di Badan Kepegawaian Negara (BKN) alias siluman, dapat dipandang sebagai langkah rasional dan strategis dalam konteks efisiensi anggaran serta penataan sistem birokrasi yang lebih akuntabel.

“Poin penting mengapa kebijakan ini saya nilai sebagai langkah rasional dalam menata struktur Birokrasi, karena memang untuk menyelamatkan keuangan daetah,” sebut Mattewakkan.

Ia lalu menyebut poin-poin penting dari kebijakan tersebut yakni:

1. Penyesuaian Terhadap Kebijakan Nasional

Pemerintah pusat saat ini tengah menekankan efisiensi anggaran dan perampingan struktur ASN serta tenaga non-ASN. Dalam konteks itu, daerah memiliki kewajiban untuk menyesuaikan struktur belanja pegawai dengan arah kebijakan nasional.

“Pemangkasan Tenaga Honorer yang tidak tercatat di BKN adalah bagian dari penyesuaian terhadap regulasi dan arahan tersebut, sehingga kebijakan ini menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi pusat dan kesiapan dalam menghadapi Reformasi Birokrasi Nasional,” jelasnya.

2. Mendorong Tata Kelola Pemerintahan yang Transparan

Keberadaan tenaga honorer yang tidak terdaftar di BKN menimbulkan potensi ketidaktertiban administrasi, pemborosan anggaran, serta membuka celah praktik nepotisme dan pengangkatan non-prosedural. Dengan melakukan pemangkasan, Pemkot Makassar menunjukkan komitmen untuk membangun tata kelola yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan.

3. Efisiensi Anggaran untuk Pelayanan Publik yang Lebih Optimal

Anggaran daerah memiliki batas, dan beban belanja pegawai yang terlalu tinggi dapat menggerus alokasi untuk sektor prioritas lain seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

“Dengan memangkas Tenaga Honorer yang tidak tercatat secara resmi, anggaran dapat dialihkan untuk memperkuat sektor-sektor pelayanan publik yang lebih mendesak dan strategis,” katanya.

4. Peluang Penataan Ulang Mekanisme Rekrutmen Tenaga Kebersihan

Langkah ini juga dapat dijadikan momentum untuk menyusun mekanisme rekrutmen tenaga kebersihan yang lebih profesional, adil, dan berbasis kebutuhan riil kota. Dengan data yang lebih bersih dan personel yang lebih terkualifikasi, pelayanan kebersihan dapat tetap dijaga bahkan ditingkatkan kualitasnya.

5. Mendorong Transformasi Tenaga Kerja Menuju Ekosistem Formal

Pegawai Honorer non-BKN cenderung berada dalam status kerja informal, yang rentan secara sosial dan hukum. Kebijakan ini dapat mendorong upaya jangka panjang untuk memformalkan tenaga kerja, baik melalui rekrutmen berbasis kontrak resmi, pelatihan ulang, atau pengalihan ke sektor-sektor ekonomi lain yang lebih berkelanjutan.

“Namun Kebijakan ini tentu harus diimbangi dengan mitigasi sosial yang memadai, seperti pemberian pelatihan keterampilan, fasilitasi penempatan kerja baru, atau bantuan sosial sementara,” terang Mattewakkan.

Ditambahkan Mattewakkan, namun dari sisi kebijakan publik, langkah Wali Kota ini mencerminkan keberanian untuk melakukan reformasi struktural, yang diperlukan demi keberlanjutan fiskal dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. (*)

Comment