MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Seorang pasien bernama Hj Fien Walangadi (86), sudah tak berdaya di rumahnya di Tidung 4 Setapak 4 No 53 Perumnas, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ketika anaknya hendak mengambil obat di Poliklinik Balai Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetika, di Jalan Veteran, Makassar, pada Selasa, 17 Juni 2025, Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Balai tersebut menolak memberikan pelayanan dan memaksa keluarganya untuk menghadirkan Pasien.
Latifa Walangadi, anak Pasien Peserta BPJS Kesehatan tersebut mengatakan, Ibunya sudah tak bisa lagi diangkat dari tempat tidur, kondisinya kronis karena tubuhnya mengelupas akibat penyakit kulit. Sehingga tak mungkin dibawa.
“Saya sudah perlihatkan foto-foto Ibu saya kepada Petugas. Bahkan, saya memberikan nomor telepon sebagai bentuk tanggung jawab jika ada hal-hal yang dianggap melanggar. Namun, tetap ditolak,” bebernya.
Latifa kian kesal, karena disuruh menunggu hingga tiga jam. Alasan petugas tersebut mau menyampaikan terlebih dahulu ke Bagian Pengaduan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Makassar.
“Tiga jam saya menunggu, ternyata tidak ada hasilnya. Saya juga sudah memperlihatkan foto-foto kondisi ibu saya dan menitip nomor HP, tetapi sama sekali tidak menyentuh naluri kemanusiaan Petugas itu,” kesal Latifa, yang juga mantan Pegawai Dinas Kesehatan di RS Labuang Baji.
Menurut Latifa, Ibunya sudah diperiksa oleh Dokter Zakiah di Poliklinik tersebut, pads Senin (26/5/2025) lalu, berdasarkan rujukan dari Puskesmas. Hasilnya diberi resep obat dan dianjurkan untuk melakukan kontrol pada Selasa (17/6/2025).
Karena Dokter sudah mengetahui kondisi Pasien cukup kronis untuk dibawa ke Poliklinik, dia menyarankan cukup di foto saja perkembangan lukanya, nanti diberikan resep obat.
Pada saat Latifa akan mendaftar di loket untuk konsultasi, dia disarankan terlebih dahulu melapor ke Bagian Pelayanan BPJS Kesehatan. Saat itulah Petugas BPJS menolak dan meminta Pasien dihadirkan. Latifa sudah menyampaikan permasalahan yang dihadapi Pasien, namun tetap saja ditolak.
Fia, nama Petugas BPJS di Balai tersebut ketika dihubungi mengatakan itu sudah ketentuan. Fia mencoba menghubungi Bagian Pengaduan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Makassar, namun sekitar tiga jam Petugas yang mengaku baru lima bulan bekerja itu tidak mampu memberi kejelasan pada Keluarga Pasien.
Karena kesal menunggu tak ada hasil, akhirnya Latifa menghadap langsung ke Dokter dan diberi resep untuk pengobatan lanjutan ibunya.
“Saya bisa menebus resep obat di Apotek tanpa pakai BPJS. Hanya saja karena BPJS itu merupakan hak Pasien, makanya saya berusaha untuk meminta pelayanan BPJS,” ungkap Latifa, yang mengaku sudah mendatangi Kantor Cabang BPJS Kesehatan Makassar untuk mengadukan masalahnya.
Ardi, Bagian Pengaduan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan yang dihubungi mengatakan, untuk penanganan pasien lanjutan, si Pasien memang harus bertemu dengan Dokter, tidak boleh hanya dengan memperlihatkan foto Pasien.
Akan tetapi, jika Dokter yang pernah memeriksanya menyatakan penyakit Pasien kronis, maka untuk pengobatan lanjutan Dokter boleh membuat iterasi obat yang disampaikan ke Apotek untuk diproses ke BPJS, agar diberikan obat untuk kebutuhan Pasien selama sebulan.
“Lalu bulan berikutnya tidak perlu lagi menghadirkan Pasien, demikian pula selanjutnya,” jelas Ardi.
Kasus yang dialami Latifa ini membuktikan bahwa Petugas yang ditempatkan BPJS di Poliklinik tersebut, belum memahami prosedur yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat. Demikian juga Dokter yang bekerja sama BPJS. Akibatnya, terjadi kesalahpahaman yang mengesankan BPJS Kesehatan tidak konsisten dalam melayani masyarakat.
Lebih ironis lagi, jika iuran BPJS telat dibayar sudah pasti dikenakan denda. Sementara jika masyarakat hendak memanfaatkan haknya selalu berhadapan dengan kerumitan.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar, Muhammad Aras, menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan merupakan Badan Hukum Publik yang selalu menjunjung tinggi prinsip transparansi, pelayanan prima, dan tanpa diskriminasi terhadap implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dimana peserta JKN dalam mendapatkan pengobatan wajib mengikuti ketentuan
yang berlaku, termasuk keharusan peserta untuk hadir langsung saat pelayanan kesehatan, guna menjamin keabsahan identitas dan kebutuhan indikasi medis yang akurat. Hal ini sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2021, Tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan terkait ketentuan episode rawat jalan.
“Demikian halnya untuk kemudahan dan kecepatan layanan, saat ini telah diterapkan validasi biometrik melalui pemanfaatan Face Recognition (Frista) atau Finger Print sekaligus untuk memastikan Eligibilitas Peserta yang akan mendapatkan pelayanan. Langkah ini merupakan bagian dari transformasi digital sistem JKN dalam menjamin ketepatan layanan dan mencegah potensi penyalahgunaan hak penjaminan,” papar Aras.
Dalam sistem penjaminan JKN, lanjut Aras, penggunaan validasi biometrik dalam penerbitan Surat Eligibitas Peserta (SEP) dapat dikecualikan dalam kondisi darurat pada pelayanan gawat darurat (UGD) yang tidak memungkinkan penggunaan validasi biometrik.
Pernyataan ini disampaikan menyusul adanya pemberitaan mengenai keluarga peserta yang
merasa kesulitan saat ingin melanjutkan pengobatan orang tuanya yang sudah lanjut usia.
Keluarga peserta tersebut meminta pelayanan tanpa kehadiran pasien, dan menyampaikan dokumentasi foto kondisi pasien sebagai pengganti pemeriksaan langsung. Namun permintaan tersebut ditolak oleh Petugas BPJS Kesehatan, karena tidak sesuai prosedur.
“Kami memahami kondisi Pasien yang sudah lanjut usia. Namun, perlu digaris bawahi bahwa secara ketentuan, layanan penjaminan memerlukan kehadiran Peserta untuk diperiksa langsung
oleh Dokter. Ini menjadi dasar penjaminan yang sah, agar tidak terjadi kesalahan diagnosis ataupun potensi penyalahgunaan. Bahwa saat ini belum ada ketentuan penunjang yang memperbolehkan pengobatan JKN dapat
diwakilkan kepada orang lain tanpa kehadiran Pasien, dan harus melalui pemeriksaan Dokter yang merawatnya,” terangnya.
Terkait kasus yang diberitakan, Aras menyampaikan, bahwa telah dilakukan klarifikasi kepada Fasilitas Kesehatan yang menyatakan pelayanan dapat dilakukan cukup dengan memperlihatkan foto kondisi Pasien, karena hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan penjaminan JKN.
“Kami telah menyampaikan kepada Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan yang memberikan informasi seperti itu, untuk dapat dilakukan evaluasi internal. Agar penyampaian informasi kepada Pasien tidak keliru dan berdasarkan ketentuan penjaminan JKN, tentunya untuk mengantisipasi kejadian tersebut tidak terulang dikemudian hari. Layanan tidak bisa diberikan hanya berdasarkan
dokumentasi foto tanpa pemeriksaan langsung oleh Dokter ” tegas Aras.
Meskipun demikian, lanjutnya, BPJS Kesehatan tetap memberikan kemudahan layanan bagi Peserta dengan penyakit kronis. Untuk pengambilan obat, apabila Peserta telah mendapat resep dengan status iterasi dari Dokter sesuai ketentuan yang berlaku, maka obat tersebut dapat diambil tanpa perlu pertemuan ulang, selama resep masih dalam periode berlaku.
Jika Dokter telah mengeluarkan resep obat kronis dengan status iterasi, maka pengambilan obat berikutnya bisa dilakukan tanpa pemeriksaan ulang selama kondisi Pasien masih stabil dan tidak ada perubahan signifikan.
Dalam situasi tertentu, apabila kondisi Pasien tidak memungkinkan hadir sebagai Pasien rawat jalan, maka layanan tetap dapat diberikan dalam bentuk perawatan inap atas penilaian medis Dokter.
“Apabila Dokter yang merawat menilai bahwa Pasien membutuhkan observasi atau terapi lanjutan, maka Pasien dapat dilayani melalui mekanisme rawat inap. Dokter memiliki kewenangan menentukan bentuk layanan yang paling sesuai berdasarkan kondisi medis Pasien,” tuturnya.
Melalui penjelasan ini, BPJS Kesehatan Cabang Makassar menyampaikan, bahwa senantiasa
melakukan sosialisasi terkait hak dan kewajiban Peserta, serta mekanisme dan prosedur
pelayanan melalui berbagai media.
“Namun kami juga mengimbau seluruh Peserta JKN dan Keluarga Pasien, jika membutuhkan informasi terkait alur pelayanan dapat menyampaikan melalui
Care Center BPJS Kesehatan 165, atau nomor telepon Petugas BPJS Kesehatan di masing-masing RS, Mobile JKN, atau kanal informasi lainnya. Sistem dan prosedur yang dijalankan saat ini bertujuan untuk memberikan layanan mudah cepat dan setara tanpa diskriminasi bagi seluruh Peserta JKN. BPJS Kesehatan selalu terbuka terhadap aduan Peserta. Namun kami juga berkewajiban memastikan pelayanan yang diberikan sesuai ketentuan yang berlaku. Pemahaman bersama antara Peserta, Keluarga, Fasilitas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan menjadi kunci suksesnya
pelaksanaan Program JKN,” pungkas Aras. (*)
Comment