Pegawai ChatGPT Ramai-Ramai Hijrah ke Meta, Tawaran Gaji Lebih Menggiurkan Jadi Alasan

MENITNEWS.COM, JAKARTA — Industri teknologi global tengah menyaksikan babak baru dalam “perang dingin” perebutan talenta terbaik kecerdasan buatan (AI).

Meta, induk perusahaan Facebook, Instagram, dan WhatsApp, berhasil menggaet sejumlah pakar AI top dari OpenAI—pengembang di balik ChatGPT.

Gelombang kepindahan ini bukan sembarang arus keluar. Dalam beberapa pekan terakhir, setidaknya delapan peneliti AI dari OpenAI dikabarkan memilih hijrah ke Meta.

Iming-iming gaji fantastis dan paket kompensasi luar biasa, termasuk uang pindah yang dikabarkan mencapai USD 100 juta (sekitar Rp1,6 triliun), menjadi daya tarik utama.

Situasi ini memicu kekhawatiran di internal OpenAI. Chief Research Officer mereka, Mark Chen, bahkan mengungkapkan kekesalan secara emosional dalam percakapan Slack yang bocor ke media.

“Saya merasa seperti rumah saya dibobol maling,” keluhnya.

Merespons eksodus tersebut, para petinggi OpenAI, termasuk CEO Sam Altman, kini tengah menyusun strategi untuk mempertahankan talenta kunci. Di antaranya dengan menghitung ulang skema gaji dan menciptakan sistem penghargaan yang lebih kompetitif.

“Kami kini sangat proaktif dalam menjaga aset intelektual kami,” kata Chen.

Sementara itu, Meta tampaknya tidak main-main. CEO Meta, Mark Zuckerberg, dilaporkan turun langsung menghubungi para calon rekrutan.

Ia bahkan menargetkan sejumlah lulusan terbaik dari kampus top seperti UC Berkeley dan Carnegie Mellon, serta para peneliti dari perusahaan pesaing seperti DeepMind (Google) dan OpenAI sendiri.

Laporan dari The Information dan Wall Street Journal mengonfirmasi beberapa nama peneliti yang sudah setuju bergabung dengan Meta, antara lain Shengjia Zhao, Jiahui Yu, Shuchao Bi, Hongyu Ren, Lucas Beyer, Alexander Kolesnikov, dan Xiaohua Zhai.

Persaingan ini memperlihatkan bahwa talenta AI kini menjadi komoditas paling panas di industri teknologi global. Dengan AI menjadi poros utama transformasi digital ke depan, tidak mengherankan bila raksasa teknologi seperti Meta rela merogoh kocek dalam demi memimpin perlombaan inovasi.

Apakah ini akan menjadi awal keretakan internal di OpenAI atau justru pemicu untuk meningkatkan loyalitas dan strategi retensi? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, “perburuan AI” global baru saja naik ke level berikutnya. (*)

Comment