Soal Penolakan Pasien BPJS, Manajemen RSUD Daya Klarifikasi Bukan Kasus Gawat Darurat dan Sudah Ditangani Serta Diedukasi

MENITNEWS.COM, MAKASSAR — Heboh di RSUD Daya. Kabarnya ada pasien pengguna Kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), ditolak petugas.

Penolakan pasien peserta BPJS Kesehatan itu, menyebabkan RSUD Daya banjir kritikan. Namun, pihak manajemen RSUD Daya memberikan klarifikasi dan meluruskan hal itu.

Bukan penolakan, tapi salah paham. Begitu penegasan Plt Direktur RSUD Daya Makassar, dr Nursaidah Sirajuddin, menjawab ramainya kabar soal pasien BPJS yang disebut ditolak mendapat layanan di IGD RSUD Daya beberapa hari lalu.

Menurutnya, pasien atas nama Kasma, yang datang dengan keluhan maag sudah sempat diperiksa, ditensi, dan akhirnya diedukasi untuk melanjutkan pengobatan di Puskesmas atau Poliklinik.

“Kasusnya maag dan itu bisa di Poliklinik. Belum masuk kategori urgency Unit Gawat Darurat (UGD), tetapi sempat ditangani baru diedukasi,” jelas Nursaidah.

Ia menekankan bahwa layanan kesehatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) tak memerlukan surat pengantar dari Faskes pertama. Namun, untuk perawatan non-IGD, Pasien wajib membawa rujukan. Ini sesuai aturan BPJS Kesehatan yang membedakan jalur Pasien Gawat Darurat dan Pasien Rawat Jalan.

Manajemen RSUD Daya, kata Nursaidah, menerima siapa saja yang datang ke IGD. Namun, tidak semua Pasien yang merasa sakit otomatis masuk Kategori Gawat Darurat.

Setelah dilakukan pemeriksaan, jika keluhan Pasien masih dalam taraf ringan atau bisa ditangani di Poliklinik atau Puskesmas, maka Pasien akan diarahkan ke jalur itu.

“Jadi kami tegaskan, bukan berarti kita tolak. Kasusnya memang kasus Poli atau kasus Puskesmas yang tidak bisa ditangani di UGD,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Makassar itu.

Lebih jauh, Nursaidah menegaskan, Dokter maupun Perawat tak akan mencelakakan Pasien. Semua keputusan medis diambil sesuai kebutuhan Pasien.

“Kalau dia kasus gawat darurat pasti kita lakukan tindakan. Tapi kalau non-gawat darurat, ya kita edukasi untuk berobat di Poliklinik atau Puskesmas saja,” pungkasnya.

Kasus ini menggarisbawahi pentingnya edukasi publik: mana yang harus langsung ke IGD, mana yang cukup ke Faskes pertama.

Sebab, kata Nursaidah, pemahaman masyarakat soal jalur layanan kesehatan masih sering keliru, dan ini bisa mempengaruhi arus pelayanan di Rumah Sakit.

Di tengah antrean Pasien yang benar-benar darurat, salah antre bisa berarti memperlambat penanganan nyawa orang lain. (*)

Comment