Merusak Keharmonisan Dengan Prabowo Bisa Jadi Hanya Target Antara, IAS Minta Serangan ke Jokowi Soal Ijazah Dihentikan

MENITNEWS COM, MAKASSAR — Isu mengenai keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo, kembali muncul dan menyita perhatian publik.

Tuduhan yang tak berdasar ini tidak hanya mengganggu akal sehat, tetapi juga mencoreng etika bermasyarakat dan bernegara.

“Saya pikir, ini lebih baik kita hentikan. Tidak ada gunanya,” usul Politisi Partai Golkar Sulawesi Selatan, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) kepada Awak Media, Sabtu  (19/4/2025).

Mengapa dihentikan? Menurut IAS, Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah Lembaga Pendidikan tinggi ternama dan kredibel di Indonesia. Sebagai institusi yang telah melahirkan ribuan intelektual dan pemimpin Bangsa, tidak mungkin UGM memalsukan atau menerbitkan ijazah yang tidak sah.

Klarifikasi resmi dari pihak Universitas, termasuk keterangan dari rekan-rekan seangkatan Presiden Jokowi, seharusnya sudah cukup untuk menutup ruang bagi spekulasi yang tidak berdasar.

Kedua, polemik ini menyiratkan sesuatu yang lebih dalam: merosotnya penghargaan terhadap sosok pemimpin, bahkan terhadap Presiden, meskipun telah purna tugas.

“Dalam tatanan budaya kita, menghargai dan menghormati pemimpin adalah nilai yang dijunjung tinggi,” kata Wali Kota Makassar Periode 2004-2014 ini.

IAS menambahkan, kita semua bisa berbeda pendapat. Kita bahkan wajib mengawasi para pemimpin kita. Tapi mari menjaga prinsip saling menghormati. Apalagi terhadap seseorang yang pernah atau masih memegang amanah sebagai Kepala Negara.

“Demokrasi tidak akan tumbuh dari kebencian, tapi dari peradaban berpikir yang sehat, adil, dan beradab,” imbuh mantan Ketua DPD Partai Golkar Sulsel ini.

Ia lalu mengajak seluruh elemen Bangsa untuk selalu menjaga tatanan budaya saling menghargai dan menghormati. Juga lebih selektif dan cerdas dalam memilah informasi.

“Sudah saatnya publik kita lebih selektif dalam menyerap informasi dan lebih bijak dalam menyuarakan opini. Bangsa ini butuh energi untuk membangun, bukan tenggelam dalam kabar bohong yang memecah belah,” kunci IAS. (*)

Comment